Strength in the MoonLight
Author : Flow Water
Chapter 3: Rin, Hinata
Summary : Hinata yang tengah
mengandung, dan tinggal
menghitung hari akan melahirkan.
Tiba-tiba diculik oleh seseorang
yang mengaku dirinya dari masa
depan dan membawanya kesana.
Strength in the MoonLight
Chapter 3 .
Disclaimer : Masashi Kishimoto
Pair : NaruHina slight ObitoRin
` ` RIN, HINATA ``
~Strength in the MoonLight~
Di Desa Kumogakure. Tepatnya di
ruangan Raikage.
"Ini Gila!" potong seorang wanita
berkulit tan, berambut putih abu-
bau, yang tak lain ialah Mabui.
"Bagaimana bisa kau yakin jutsu
itu dapat mengirimnya ke abad
22!?" tanya Raikage A melihat
Kakashi.
"Tidak ada salahkan mencoba!"
balas Kakashi.
"Kumohon! Apapun yang terjadi
aku akan menanggung resikonya!"
Naruto memohon dengan bersujud
di depan Mabui.
"Raikage-sama, Bagaimana ini?"
Mabui melihat Raikage A.
"Jangan ragu-ragu, lakukan saja.
Bodoh, Tolol!" ucap Bee berdiri
disamping Raikage A.
"Mabui, Lakukan saja!" balas
Raikage A datar.
Mabui menghela nafas. "Baiklah!
Tidak ada pilihan lain!".
Naruto berdiri. "Terima kasih!"
"Sebaiknya kau lakukan sesuatu
untuk mencegah suatu hal.
Agar saat aku mentransfer mu ke
sana, kau tidak dalam keadaan
sudah tak bernyawa!" usul Mabui.
Naruto mengaktifkan Mode Bijuu.
"Aku siap!".
.
.
~ Strength in the MoonLight ~
.
.
Secara perlahan, Hinata membuka
kedua matanya. "Dimana ini? Apa
aku sedang bermimpi?" Ia
mengerjapkan matanya berkali-kali,
kemudian melihat sekeliling.
Namun masih berposisi terbaring.
"Syukurlah, kamu sudah sadar!"
Seseorang tiba-tiba masuk dari
pintu. Mendekati Hinata.
"S-Siapa kau?" Hinata memaksakan
posisinya terduduk.
"Tenanglah, Aku buka orang jahat!"
Orang itu memposisikan Hinata
kembali terbaring. "Sebaiknya
kamu istirahat, jangan
memaksakan diri!" sambungnya.
"Terima kasih!" ucap Hinata.
Orang itu tersenyum. "Sama-sama.
Oh ya... Namaku Rin. Aku seorang
mantan dokter. Sekarang ini kamu
sedang berada di rumahku!" balas
orang itu.
"B-Bagaimana bisa aku ada
disini!?" tanya Hinata.
"Maafkan aku, Sebenarnya suamiku
yang membawamu kesini!" jawab
Rin. Hinata sedikit terkejut. "Tapi
jangan khawatir.
Tidak lama lagi dia pasti akan
mengembalikanmu!" sambungnya.
Hinata sedikit bernafas lega,
namun juga heran.
"Sudahlah, kamu tidak perlu
memikirkan nya... Oh ya! Ngomong-
ngomong kamu selalu memaksakan
diri ya?" tanya Rin.
"Memaksakan diri?" Hinata tidak
mengerti. "Iya, seperti memasak!"
tanya Rin lagi.
"Memasak? Sepertinya begitu!"
jawab Hinata.
"Seharusnya kamu tidak perlu
memasak disaat hamil, Kamu
hampir saja mengalami keguguran
karena hal itu!"
jelas Rin. Hinata terkejut
"Keguguran?".
"Aku memeriksamu saat pingsan.
Sebaiknya kamu tidak memasak
disaat hamil. Karena hawa panas
yang di pancarkan kompor tidak
bagus untuk bayimu!" jelas Rin.
Hinata mengangguk mengerti.
"Sekarang berbaringlah menghadap
ke kiri, agar kamu tidak
menghalangi aliran darah bayimu!"
ucap Rin.
Hinata menuruti permintaan Rin,
yaitu dengan berbaring
menghadap ke kiri.
"Aku segera kembali!" Rin berjalan
keluar dari ruangan.
.
.
Tidak lama kemudian, Rin pun
kembali dengan membawa sesuatu.
Duduk di samping Hinata.
"Sekarang makanlah katuk ini!"
sambil memperlihatkan makanan
yang dibawanya.
"Baiklah!" Rin membantu Hinata
duduk. "Katuk ini akan
membantumu untuk merangsang
produksi ASI" Kemudian
menyuapkan katuk yang tadi
dibawanya ke mulut Hinata.
.
.
.
Selesainya.
Rin memberikan minuman air
putih.
.
.
"Beristirahatlah!" ucap Rin.
Sambil membantu memposisikan
Hinata berbaring, lalu menghadap
kiri.
"Kamu perhatian sekali!" ucap
Hinata.
Rin tersenyum manis.
"Dan juga cantik!" Hinata melihat
rambut coklat milik Rin.
Yang panjangnya hanya sebahu.
"Ya iyalah, kalau tampan aku
bukan wanita!" canda Rin. Hinata
tertawa kecil.
"Oh ya, Rambutmu sangat panjang
dan indah. Apa kamu tidak pernah
memotongnya?" tanya Rin. Melihat
rambut Hinata.
"Itu karena dia memintaku untuk
tidak memotong rambutku!" jawab
Hinata.
"Begitu! Apa kamu tidak repot ya
memiliki rambut panjang?" tanya
Rin.
"Emm... Begitulah!" jawab Hinata.
Rin terdiam. "Ngomong-ngomong
kamu akan memberikan nama apa
untuk bayimu nanti?" tanyanya.
Hinata tersenyum.
"Yang akan menamainya bukan
aku, tapi ayahnya!" jawab Hinata.
"Memangnya siapa nama ayahnya?"
tanya Rin.
"Naruto, Uzumaki Naruto!" Jawab
Hinata.
Rin mengangkat kedua alisnya.
Terkejut setelah mendengar
perkataan Hinata. "Uzumaki
Naruto? Sepertinya aku pernah
mendengar nama itu!"
Rin beranjak dari tempat tidur
yang ditempati Hinata, berjalan ke
pintu keluar. Dan saat dirinya
berada di dekat pintu. Pintu
tersebut secara otomatis terbuka
sendiri. Kemudian ia keluar
melewatinya.
.
.
Beberapa saat kemudian, Rin
kembali dengan membawa sebuah
buku.
Mendekati Hinata. "Uzumaki
Naruto!" Sambil membalik-balikan
halaman dibuku yang dibawanya.
"Ini dia!" Rin berhenti membalik-
balikan halaman dibuku.
Hinata hanya bisa diam. Melihat
apa yang dilakukan Rin dari tadi.
"Namamu pasti Hyuga Hinata ya?"
tanya Rin.
Melihat Hinata.
Hinata terduduk, kemudian
mengangguk.
"Aku tidak percaya akan bertemu
denganmu!"
Rin langsung memeluknya. dan
tidak lama ia pun melepaskannya.
Hinata terheran.
"Aku sangat suka membaca sejarah
tentangmu!" ucap Rin.
"Sejarah?" Hinata tidak mengerti.
Rin kembali tersenyum. "Aku lupa
memberitahumu!" Sambil menutup
buku yang dibawanya."Sekarang ini
kamu berada di abad dua puluh
dua!" sambungnya.
"B-Bagaimana bisa aku disini?"
Hinata tampak terkejut.
"Maafkan aku, Sebenarnya suamiku
yang membawamu kesini. Tapi
jangan khawatir tidak lama lagi.
Kamu akan kembali kok!" balas Rin.
Hinata menyipitkan matanya.
"Kenapa dia membawaku kesini?"
tanyanya.
"Maaf, Dia tidak memberitahuku.
Maaf!" ucap Rin menunduk.
menyembunyikan ekspresi sedih
yang terlihat di wajahnya.
Menyadari hal itu, Hinata terdiam.
Merasa tidak enak, melihat Rin
seperti itu. Hinata mulai
mengajaknya berbicara. "Rin-san,
Kamu bilang tadi suka dengan
ceritaku, bisa jelaskan?" Hinata
bertanya.
Rin mengangkat kepalanya.
Melihat Hinata, kemudian kembali
tersenyum. "Aku suka dengan
perjuanganmu!" jawab Rin.
Hinata memiringkan kepalanya.
"Perjunganku?" ia tidak mengerti.
"Ya, Perjuangan hanya untuk
mendapatkan cinta seseorang yang
dicintainya. Dan ingin selalu
bersamanya serta menggenggam
tangannya!" Rin memperjelas.
"Benarkah?" Hinata tersenyum.
"Iya, Dan kalau menurut buku
sejarah yang aku baca. Kamu
pernah berjanji, Tidak akan malu
dan pingsan lagi. Ketika berbicara
dengan Naruto. Apa itu benar atau
hanya opini dalam sejarah?" tanya
Rin.
Hinata masih tersenyum.
"Begitulah!" jawabnya.
"Kamu tahu, Hinata-san! Bagian
yang aku suka dalam sejarah
tentang dirimu. Ketika Naruto
bersumpah dengan darahmu untuk
mengalahkan Neji, dan Ketika kamu
menolongnya dari Pain. Serta yang
paling aku sangat suka, Ketika
Naruto menggenggam tanganmu
saat perang dunia ke empat!" ucap
Rin.
Hinata masih tersenyum.
Rin menghela nafas. "Aku sangat
kagum denganmu!" ucapnya.
Hinata masih tersenyum
"Sungguh?".
"Sungguh! Oh ya... satu lagi. Asal
tahu saja! Kalian sangat terkenal di
dunia. Bahkan kalian mendapat
julukan 'Pasangan Legendaris'!"
ucap Rin mantap.
Hinata terperangah. Sebesar itukah
peran mereka di masa depan?
Bahwa dirinya dan Naruto dijuluki
Pasangan Legendaris?
"Kamu tahu Hinata-san? Di masa
ini juga ada orang yang mirip
denganmu lho, bahkan namanya
juga sama, Hyuga Hinata!"
ceplos Rin.
"Dia mirip denganku?" Hinata tidak
mengerti.
"Sangat mirip? Dia seorang aktor
film yang mendunia!" Rin
memperjelas.
"Aktor film? Apa itu semacam
Aktris?" tanya Hinata.
"Sepertinya begitu!" jawab Rin.
Hinata terdiam.
.
.
.
"Mau jalan-jalan di taman?" ajak
Rin.
"Eh! Boleh. Tapi.."
"Jangan dipikirkan. Di abad 22
segala sesuatu yang tidak mungkin
dilakukan akan bisa dilakukan!"
ucap Rin. Sambil melihat ke arah
pintu ruangan. Yang tiba-tiba
muncul kursi roda dan dengan
sendirinya berjalan mendekatinya.
Kemudian kursi roda tersebut
mengeluarkan sepasang tangan
mekanik yang dengan hati-hati
mengangkat Hinata.
Lalu didudukannya juga secara
hati-hati di kursi roda itu.
"A-Apa-apaan ini?" Hinata panik.
"Tenang saja!tidak perlu panik.
Kamu sedang hamil. Karena itulah,
kamu harus memakai kursi roda
ini. Kursi roda ini akan bergerak
sesuai perintah otakmu. Jadi jika
ingin membuatnya bergerak, kamu
tinggal pikirkan saja!" jelas Rin.
Hinata mengangguk mengerti.
"Kalau begitu! ayo kita ke taman!"
ajak lagi Rin.
.
.
.
Sampai di taman. Yang terletak di
atas atap gedung rumah Rin.
"Jadi tamannya ada di atas?"
Dengan kursi roda, Hinata berhenti
di dekat bunga-bunga yang ada di
taman tersebut.
Rin duduk di sebuah ayunan
pohon, tidak jauh dari Hinata
berada.
"Benda apa itu?" Hinata melihat
sesuatu mirip mobil namun tak
punya roda. Berterbangan kesana
kemari. Baik melintas di atas
maupun disekeliling.
"Itu hanya mobil yang
dikembangkan. Sehingga bisa
terbang. Benda itu memakai bahan
bakar panas matahari jika siang.
Kalau malam, memakai bahan
bakar angin dan sinar bulan.
Sebaiknya jangan kamu lihat, Itu
hanya akan membuatmu pusing!"
jelas Rin.
"Owh... "
Hinata kembali melihat bunga-
bunga yang bermacam-macam
disekelilingnya. "Indah sekali!.
.
.
Rin terdiam, melihat Hinata.
### Flash Back ###
Rin yang sedang menyirami bunga-
bunga di taman harus berhenti.
Dikarenakan sebuah benda mirip
mobil tak mempunyai roda.
Tiba-tiba muncul tidak jauh
darinya.
Rin mendekati mobil tersebut.
Terlihat Obito yang baru saja
keluar dari sana.
Rin melihat seorang wanita
berambut indigo ada didalam
mobil tersebut tengah pingsan.
"Siapa wanita itu?" tanyanya.
Obito melihat Rin dengan tatapan
datar. "Aku membawanya dari
masa lalu!" jawab Obito.
"Wanita itu hamil! Apa yang kau
lakukan padanya?" tanya Rin.
Tampak diwajahya rasa sedih dan
amarah mulai bersatu.
Masih menatap Rin dengan datar
"Hey.. hey! Jangan berpikir yang
tidak-tidak. Aku tidak melakukan
apa-apa!" protesnya.
Amarahnya mulai teredam.
"Benarkah?" Rin masih ragu.
"Kau percaya padaku kan?" tanya
Obito. Rin mengangguk. "Kalau
begitu jangan berpikir yang tidak-
tidak. Dan tolonglah wanita itu,
dia butuh perawatan!"
sambungnya.
Rin melihat wanita yang masih
pingsan di dalam mobil. Kemudian
menyipitkan matanya. "Bukankah
dia?" "Bukan, aku kan sudah
bilang. Aku membawanya dari
masa lalu!" potong Obito.
Rin terdiam.
#### Flash Back End ####
.
.
BERSAMBUNG
0 komentar:
Posting Komentar